(Resensi ini pernah dimuat di cbn.net.id pada portal cybershopping-book review tahun 2004, kini saya mengarsipkannya pada blog saya)
Judul Buku : Ideologi Politik Kontemporer
Penulis : Roger Eatwell dan Anthony Wright (ed.)
Penerjemah : R.M. Ali
Penerbit : Jendela, Yogyakarta
Tahun terbit: 2004, April, cetakan pertama
Tebal Buku : xii, 420 halaman
Harga : Rp 45.000,-
Judul Asli : Contemporary Political Ideologies (Continuum, London dan New York, 2001)
Roger Eatwell dkk. meneropong ke mana arah ideologi-ideologi apakah mereka sudah mati atau sedang menuju kematian? Ataukah mereka sedang berubah bentuk? Buku ini menyajikan asal-usul tiap ideologi dan ke mana arahnya pada permulaan abad ke-21 yang ditulis oleh para pakar politik, akademisi dari berbagai universitas di Inggris. Tak heran kalau contoh kasus banyak diambil dari peristiwa yang terjadi di Inggris.
Bab pertama pengantar dari editor tentang apa yang dimaksud dengan ideologi-ideologi politik. kemudian bab-bab selanjutnya masing-masing mengenai liberalisme, konservatisme, demokrasi sosial dan sosialisme demokrasi, marxisme dan komunisme, anarkisme, nasionalisme, fasisme, feminisme, ekologisme, dan fundamentalisme Islam. Semuanya adalah ideologi Barat kecuali fundamentalisme Islam. Karena perkembangan pada akhir abad ke-20, maka tentang fundamentalisme Islam ditambahkan pada edisi yang diperluas.
Istilah ideologie dicetuskan oleh filsuf Perancis, Antoine Destutt de Tracy (1796) sebagai ilmu tentang pikiran manusia yang mampu menunjukan arah yang benar menuju masa depan. Jadi semula ideologi adalah ilmu seperti juga biologi, psikologi, fisika dll. Dari semacam ilmu atau kajian ideologi bergeser menjadi paham, doktrin, atau “keimanan”.
Setiap tulisan menyajikan perjalanan ideologi-ideologi setelah kelahirannya pada abad ke-18, 19, atau 20 dengan segala variasinya. Abad ke-20 merupakan saat pertarungan atau jatuh bangunnya ideologi-ideologi. Para penganut endism awal 1960-an a.l. Raymond Aron, Daniel Bell, dan S.M. Lipset masing-masing menulis tentang “akhir ideologi”. Bahwa era ideologi-ideologi akan berakhir dan kapitalisme liberal pragmatis telah menang. Francis Fukuyama pada akhir 90-an menulis The End of History dan memotret gerakan menuju demokrasi dan kapitalisme sebagai bagian dari pola umum evolusi sejarah. Padahal waktu antara kedua perang dunia liberalisme seperti menjelang ajal terutama di Eropa. Masa ini ditandai dengan munculnya fasisme di Itali dan Jerman (1919). Fasisme dikalahkan dalam perang (1945), kemudian di lain pihak komunisme menguat.
Setelah membaca bab pertama pembaca tidak perlu membaca bab demi bab secara berurutan. Pembaca yang membutuhkan kajian lebih mendalam diberi panduan di akhir bab berupa referensi dan di bagian belakang buku ada indeks yang sangat membantu. Dari semua itu yang paling penting adalah editor meminta setiap penulis mengulas ihwal ideologi pada awal milenium baru ini. Contohnya mengenai komunisme, diulas bahwa pada awal milenium baru bekas blok komunis dicirikan oleh proses ganda. Di satu sisi partai-partai komunis masih bertahan bahkan dengan mengubah nama, di sisi lain mengadopsi prinsip dan kebijakan pasar bebas salah satu ikon kapitalis liberal. Sedangkan anarkisme sebagai sebuah doktrin sering disalahartikan dengan perilaku anarki. Kesamaan terkecil antara keduanya adalah penolakan terhadap otoritas negara serta kekuasaan dan kekerasan yang menyatu menjadi mesin negara.
Anarkisme sebagai doktrin mencapai perkembangan puncaknya pada awal abad ke-20. Colin Ward (1973) menulis dalam Anarchy in Action, “Alternatif anarkis adalah fragmentasi, perpecahan bukan penyatuan, keragaman bukan kesatuan, sekumpulan masyarakat bukan suatu masyarakat. Kaum anarkis kontemporer terus menyerukan aktivitas manusia yang bersifat lokal dan langsung” (hlm. 202).
Bab mengenai fundamentalisme Islam ditulis oleh Youssef Choueiri cendikiawan kelahiran Lebanon. Menurut Choueiri hanya Iran yang mengalami revolusi Islam yang sebenarnya sedangkan di Sudan fundamentalisme diberlakukan dari atas setelah ada kesempatan. Para fundamentalis secara bertahap mengurangi kekakuan tuntutan mereka dan bersedia bergabung dalam proses politik. Mengenai Indonesia sebagai negara muslim terbesar Choueiri menengarai, “Eksperimen Indonesia mungkin pertanda akan datangnya sesuatu dalam pengertian bahwa fundamentalisme tidak lagi menjadi satu-satunya pilihan bagi oposisi yang efektif di suatu negara muslim” (hlm. 377). Harus diingat buku ini ditulis sebelum peristiwa 11/9, bom Bali, Casablanca, dan Madrid. Choueiri sendiri meramalkan perjuangan radikal yang tidak mempunyai argumen pembebasan akan ditinggalkan.
Buku ditutup oleh editor dengan kesimpulan ideologi-ideologi belum akan mati. Ideologi kapitalisme liberal yang diduga dominan menghadapi banyak tantangan internal maupun eksternal. Sangat baik dibaca oleh mahasiswa, pegiat politik, atau siapa saja yang ingin menambah pengetahuan di bidang politik. Hanya saja dengan ukuran huruf yang kecil dan warnanya hitam tipis cukup melelahkan membacanya, tetapi jika tidak begitu mungkin lebih tebal dan mahal.
(Asep Suryana, tinggal di Bandung)
Mau beli tp ko susah nyarinya sekarang...???
BalasHapusCoba tanya langsung ke penerbitnya:
BalasHapusJendela Group
Jl. Gejayan Gg. Buntu II No. 5A, Yogyakarta 55281
Telp. (0274) 518886